Siliwangi, Stadion Yang Tidak Lagi Wangi

 

“Esa Hilang Dua Terbilang”

Mungkin untuk sebagian Bobotoh yang selalu hadir di stadion Siliwangi akan selalu diingat, karena tulisan tersebut terpampang jelas di tembok bagian muka stadion. Tulisan “Esa hilang dua terbilang” menjadi bagian dari relief perjuangan tentara Siliwangi yang ada di atas pintu utama stadion. Relief yang menjadi salah satu ciri khas bangunan stadion di jalan Lombok Bandung tersebut dibuat oleh Umi Dachlan (alm), seorang dosen Seni Rupa dari Institut Teknologi Bandung.

Tulisan tersebut sangat cocok disematkan kepada tim yang pernah bermarkas di stadion Siliwangi, Persib Bandung. “Esa hilang dua terbilang” mempunyai arti “Melakukan suatu usaha untuk mewujudkan cita–cita dengan sungguh-sungguh tanpa takut menghadapi segala resiko”. Karena di Stadion Siliwangi inilah, Persib pernah mengalami naik turun prestasi. Misalnya saat menutup kompetisi perserikatan 1994 dengan gelar juara dan saat menjadi juara LIGINA 1, Persib bermarkas di Stadion Siliwangi.

Stadion Siliwangi sebelumnya bernama lapangan SPARTA. Hal ini mengacu kepada tim sepakbola militer Hindia Belanda yang ada di Bandung sekitar tahun 1916. Tim ini merupakan tim pindahan dari Batavia dan menggunakan lahan kosong di jalan Lombok sekarang sebagai tempat berlatih dan bermain. Lapangan tersebut terkadang juga dipakai oleh para serdadu Belanda untuk latihan baris berbaris karena letaknya yang berada di lingkungan militer. Kedatangan militer dan tim sepakbolanya ke Bandung ini ada kemungkinan berhubungan dengan rencana pemindahan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung saat itu.

Jika di Si Jalak Harupat Persib pernah menjajal kekuatan Ajax Amsterdam dibawah asuhan Frank De Boer tahun 2015, dan berhasil menahan imbang dengan kedudukan 1-1. Pada tanggal 11 Juni 1987, sekitar 25.000 bobotoh bergemuruh saat tim kesayangannya masuk ke dalam lapangan. Pasalnya, pada waktu itu Persib kedatangan tamu, sang penguasa Liga Belanda saat itu, PSV Eindhoven.

PSV Eindhoven saat itu merupakan tim yang paling kuat di Eropa dengan diperkuat oleh salah satu bakal pemain yang menjadi anggota the Dream Team AC Milan di awal tahun 90-an, Ruud Gullit. Buktinya, di tahun 1988, setahun setelah mereka melawat ke Bandung, PSV menjadi jawara di Piala Champions Eropa dan Piala Dunia antar klub yang masih bernama Toyota Cup di Jepang. Prestasi ini sebanding dengan prestasi tim nasional Belanda yang menjadi juara Piala Eropa 1988 di tanah Jerman. Seorang saksi mata pertandingan, Alfonso mengatakan, kedatangan PSV Eindhoven untuk menarik perhatian bobotoh sendiri menjual nama Ruud Gullit sebagai pemain yang sedang naik pamor saat itu.

“Pembawa acara pada saat itu mengumumkan bahwa pemain termahal di dunia (Ruud Gullit) akan bermain melawan Persib” ujar bobotoh lintas generasi, Alfonso (61 tahun) ketika berbincang dengan penulis.

BMeyORPCMAEowg5
Persib VS PSV 1987 (pic. Google.com)

Stadion yang menjadi saksi bisu lengsernya Risnandar Soendoro (alm) sebagai pelatih Persib tahun 2006 dan juga saksi ketika Persib juara Celebes Cup II di tahun 2012 itu kini menjadi sunyi dari gemuruh suara bobotoh.

Untunglah, stadion ini dimiliki KODAM III Siliwangi sehingga kondisi stadion ini cukup terawat. Sesekali, stadion dipakai untuk tes fisik para calon dan prajurit. Stadion ini juga digunakan untuk shalat I’ed setiap hari raya Idul Fitri, dan bahkan pernah dipakai untuk sebuah konser musik. Meski sudah tidak menjadi kandang Persib, kita masih bisa melihat para penjual jersey Persib, yang menjadi warna tersendiri jika kita berkunjung ke stadion Siliwangi saat ini.
Animo menonton saat Persib berlaga di Siliwangi termasuk yang sangat tinggi. Jarang sekali kita menemukan tribun kosong. Sampai apabila sedang terjadi partai besar atau klasik, penonton bahkan ada yang rela menonton di rangka panjat dinding dan pohon yang berada di sebelah timur maupun selatan stadion. Pengalaman itulah yang penulis rasakan dan tidak akan pernah dilupakan.

Sebagai bobotoh sejak tahun 60-an, Alfonso menceritakan jika dulu ke stadion karena dibawa oleh orang tuanya untuk melihat penampilan Jus Etek dan kawan – kawan di periode tahun 1960 an. Di sana, dirinya bisa bermain bebas dan jajan di lingkungan dalam stadion, karena tribun yang tersedia hanya yang menjadi tribun VIP saat ini. Tribun utara, selatan, dan timur masih berupa lahan kosong. Para pedagang, baik itu yang memakai roda maupun yang menjingjing dan mengasongkan dagangannya, bebas masuk ke dalam Stadion.

Stadion Siliwangi tidak hanya angker bagi tim lawan atau wasit yang menjadi pengadil di lapangan. Tetapi bagi pemain Persib sendiri. Teriakan-teriakan dari para bobotoh bisa sangat terdengar jelas dan bisa membuat kuping pemain merah. Bagaimana tidak, jarak pagar pembatas tribun (samping utara) tidak sampai 1 meter ke lorong ruang ganti pemain Persib. Dan bagi pemain lawan, teriakan-teriakan itu seakan menjadi teror untuk meruntuhkan mental para pemain.

Uniknya, tekanan sejenis yang diberikan bobotoh tidak hanya ada di dalam lapangan. Para punggawa Persib juga kadang tidak mau keluar rumah apabila tim mengalami kekalahan. Karena mereka pasti akan disindir oleh tetangga dan orang sekitarnya. Setidaknya, itulah yang pernah dirasakan oleh seorang Nandar Iskandar.

Stadion Siliwangi adalah semacam kawah candradimuka untuk para pemain Persib, baik senior maupun junior, karena Bobotoh adalah fans yang cukup kritis. Teriakan dan cacian yang ditujukan kepada pemain Persib sudah ada sejak dahulu, yang muncul ketika para bobotoh kecewa apabila penampilan Persib tidak bagus dan atau terlihat tidak bermain sepenuh hati.

“Nya lamun butut mah, butut weh, ulah di alus alus”, ujar salah satu bobotoh fanatik Persib bernama Ariyono, ketika penulis temui di Kedai Preanger, Jalan Solontongan Bandung.

Kini, Stadion Siliwangi sangat jarang menggelar pertandingan partai besar tim Persib Bandung. Tim Maung Bandung banyak menjamu tamu-tamunya di Stadion Si Jalak Harupat. Belum lagi, Stadion Gelora Bandung Lautan Api menunggu untuk digunakan. Jika hal ini terjadi, bukan tidak mungkin, stadion Siliwangi tidak lagi menjadi kandang dan tidak lagi wangi untuk Persib Bandung.

editor : @Hevifauzan